Hari ke-28: Kata-Kata Bijak yang Berkesan Buat Saya

[Hari ke-28 tantangan 30 hari menulis]

Saya berusaha mencari-cari dalam otak saya, kata-kata bijak yang berkesan buat saya, dan sungguhlah sulit mencari satu saja. Apa ya?

Satu-satunya kata yang muncul di otak saya adalah kata dalam bahasa Jawa: sak madya. Kata ini bisa diartikan sebagai ‘sedang-sedang saja’. Tidak kurang. Tidak lebih. Kalau menurut filosofi Jawa, urip kuwi sing sak madya. Hidup itu yang sedang-sedang saja.

Beberapa hari terakhir ini jagat politik Indonesia sedang diramaikan dengan penangkapan dua menteri di kabinet Jokowi: Menteri Kelautan dan Perikanan (KKP) Edhy Prabowo dan Menteri Sosial Juliari Peter Batubara. Keduanya dicokok oleh lembaga anti rasuah Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) karena menggelapkan dana negara. Menteri KKP menerima suap sebesar 3,4 miliar, sementara mensos menerima suap sebesar 17 miliar.

Saya tidak mengerti kenapa pejabat negara yang digaji sedemikian besar bisa tergiur untuk mengambil uang rakyat. Tanpa menerima suap, gaji mereka sebagai menteri sungguh di atas rata-rata pendapatan orang Indonesia, total 18,6 juta per bulan, dengan fasilitas rumah dinas, mobil dinas, dan jaminan kesehatan. Kalau memakai upah minimum regional Jakarta, yang berkisar 4,5 juta per bulan, gaji mereka ini 4x kali lipat. Belum dana operasional yang bisa berkisar 100-150 juta perbulan.

Bukankah logikanya ketika sudah mempunyai uang yang besarannya segitu, lalu hidupnya sangat berkecukupan? Jelas tidak kurang, dan jelas sangat berlebih. Hidup mereka bukan lagi sak madya, tapi lebih dari sedang-sedang saja. Sangat tidak elok rasanya, ketika hidup sudah lebih dari cukup, lalu masih mencuri uang yang bukan haknya. Terlebih lagi ketika uang itu adalah uang yang semestinya digunakan untuk kepentingan dan kebutuhan rakyat banyak. Sangat tidak bermoral!

Kembali ke filosofis Jawa tadi, ya orang-orang macam begini ini yang tidak punya prinsip hidup cukup. Lagi pula apa sih yang dibutuhkan manusia untuk hidup? Pangan, sandang, papan, colokan dan wifi kan? Ya sesekali butuh hiburan dan rekreasi, tapi dengan jumlah gaji yang sebegitu besar, mestinya dua hal yang terakhir ini bukan masalah.

Saya bersyukur bahwa sejauh ini pendapatan saya ya cukup. Prinsip saya sederhana saja: kalau ada tukang bakso lewat di depan rumah dan saya pengin, lalu saya bisa membelinya tanpa khawatir besok makan apa, itu berarti saya hidup berkecukupan. Ya memang ada tantangan ketika sebagai orang tua tunggal saya harus menghidupi dua anak dan pacar, tanpa sokongan dana dari ayahnya anak-anak. Tapi ya buktinya cukup kok. Masih bisa punya simpanan sedikit-sedikit untuk urusan-urusan gawat darurat. Masih bisa sesekali jajan pizza, beli buku, nonton di bioskop setiap bulannya bersama keluarga. Sekali lagi, sak madya, secukupnya saja.

Pernah ada yang tanya, apakah saya tidak ingin punya barang-barang yang buat saya termasuk mewah. Mobil misalnya. Lha buat saya punya mobil itu sungguh merepotkan dan makan banyak biaya. Kalau saya punya mobil, saya harus mengeluarkan uang untuk pajak tahunan, bensin, dan biaya pemeliharaan. Belum lagi kewajiban untuk punya garasi. Lagi pula punya mobil itu tidak membuat saya bisa menikmati perjalanan. Yang ada malah stress menyetir sepanjang jalan. Saya lebih memilih menyewa mobil dan sopirnya kalau ingin jalan-jalan ke luar kota. Toh saya tidak setiap hari ke luar kota. Untuk sehari-sehari, saya masih lebih suka berjalan kaki atau naik motor. Saya juga mengharap transportasi publik di Indonesia semakin baik, sehingga saya punya pilihan transportasi yang lebih murah dan nyaman.

Atau ingin punya rumah? Lha saya sudah punya rumah. Satu rumah cukup kan untuk saya dan keluarga. Kalau ditambah warisan almarhum ayah, saya bahkan punya lebih dari satu rumah. Malah bingung mau diapakan rumah-rumah itu jadinya. Ya bolehlah disewakan, tapi semoga ongkos pajak dan biaya pemeliharaannya tidak melebihi harga sewa.

Jadi saya sak madya saja, secukupnya saja. Di kondisi saat ini, sudah cukup. Paling-paling saya khawatir apakah saya bisa mempertahankan gaya hidup yang sekarang ketika sudah pensiun nanti. Saya beruntung bahwa tempat saya bekerja memberikan pensiun yang (lagi-lagi) cukup. Semoga. Kalau pun tidak cukup, saya rasa saya masih punya cukup keterampilan untuk mencari uang nanti.

Kalau kamu kata-kata bijak apa yang jadi pegangan hidupmu?

Author: Neny

not your typical mainstream individual. embracing all roles without being confined in one.

5 thoughts on “Hari ke-28: Kata-Kata Bijak yang Berkesan Buat Saya”

  1. Aku kok berasa tenaaaangg dan damai baca postingan ini ya Mba

    Jujur aja, belakangan ini aku rada kemrungsung. Maklum, coronces bikin overthinking dan rasa “takut miskin” menyergap begitu saja.

    Semoga kita semua sehat dan bahagia ya

    Like

    1. Hahaha, padahal pos ini berapi-api mengkritik praktik korupsi, tapi ya kalau bisa membuat Mbak tenang dan damai, syukurlah 🙂

      Overthinking itu penyakit banget yaaa. Saya juga sering kena, dan biasanya kalau sudah overthinking lalu berusaha meng-counter dengan menyajikan hal-hal yang faktual. Takut miskin itu wajar, tapi lalu kalau mengingat fakta bahwa saya masih punya kerja di masa pandemi ini, tidak ada kemungkinan dipecat (kecuali kalau saya bertindak kriminal), masih ada tabungan sekian rupiah di bank, masih punya keterampilan untuk mencari uang, lalu jadi kembali berpikir nalar.

      Terimakasih sudah mampir dan membaca ‘ceracauan’ saya ini. Semoga kita semua sehat dan bahagia!

      Liked by 1 person

    1. Ya kondisi negara memang sedang carut marut. Lebih stress lagi mestinya kalau kondisi pribadi sedang kacau. Ini saran saja, bisa jadi tidak cocok dengan situasimu, tapi dengan berefleksi begini, saya jadi punya pegangan ketika ‘kapal oleng’. Semacam jadi lebih imbang menilai situasi pribadi: menyadari ada masalah, tapi punya fakta yang bisa membantu keluar dari masalah dan harapan untuk bisa keluar dari situasi yang ruwet.

      Like

Share your thoughts!

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.